Manusia secara fitrahnya sebagai makhluk sosial senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya, ingin mengetahui lingkungan sekitar, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia untuk berkomunikasi. Menurut Harold D. Lasswell, seorang peletak dasar ilmu komunikasi menyebutkan ada tiga fungsi dasar mengapa manusia perlu berkomunikasi, yaitu hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya, upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan upaya manusia untuk melakukan transformasi warisan sosialisasinya. Ketiga fungsi ini yang menjadi patokan dasar bagi setiap individu dalam berhubungan dengan sesama anggota masyarakat. Sehingga saat ini keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir, banyak ditentukan oleh kemampuan berkomunikasi.
Manusia
adalah makhluk yang berkomunikasi. Melewati proses komunikasilah yang
menjadikan manusia sebagai manusia. Komunikasi menjadikan dasar pemaknaan dalam
hubungan manusia. Melalui komunikasi pula manusia memanusiakan manusia lainnya,
oleh karena itu pada intinya komunikasi tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
manusia. Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang
mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi
dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan
untuk melakukan umpan balik (DeVito, 1997:23).
Komunikasi
sendiri adalah suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok,
organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar
terhubung dengan lingkungan dan oranglain. Definisi lain dari komunikasi yaitu
suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada
pihak lain. Komunikasi atau communication
berasal dari bahasa latin communs
yang berarti ‘sama’. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada
kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan. Oleh sebab
itu, komunikasi bergantung pada kemampuan kita untuk dapat memahami satu dengan
yang lainnya (communication depends on
our ability to understand one another). Kita berkomunikasi pada dasarnya
adalah untuk membangun dan memelihara hubungan dengan orang lain. Dalam arti,
komunikasi merupakan instrumen dari interaksi sosial manusia yang berguna untuk
mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, untuk mengetahui keberadaan diri
sendiri, untuk memperoleh pendidikan, untuk kebahagiaan, untuk menghindari
kesulitan, dan juga untuk mencapai apa dicita-citakan. Dalam manfaat dan
dampak yang ditimbulkan komunikasi memiliki fungsi-fungsi yang sangat berperan
dalam kehidupan masyarakat. Secara
umum, fungsi komunikasi adalah sebagai berikut:
- Sebagai Kendali : Fungsi komunikasi sebagai
kendali memiliki arti bahwa komunikasi bertindak untuk mengendalikan
perilaku orang lain atau anggota dalam beberapa cara yang harus
dipatuhi.
- Sebagai Motivasi : Komunikasi memberikan
perkembangan dalam memotivasi dengan memberikan penjelasan dalam hal-hal
dalam kehidupan kita.
- Sebagai Pengungkapan Emosional : Komunikasi
memiliki peranan dalam mengungkapkan perasaan-perasaan kepada orang lain,
baik itu senang, gembira, kecewa, tidak suka. dan lain-lainnya.
- Sebagai Informasi : Komunikasi memberikan
informasi yang diperlukan dari setiap individu dan kelompok dalam
mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenai dan menilai
pemilihan alternatif.
Objek materiil
dalam ilmu komunikasi ialah perilaku manusia, yang dapat merangkum perilaku
individu, kelompok dan masyarakat. Sedangkan objek formalnya ialah situasi
komunikasi yang mengarah pada perubahan sosial termasuk perubahan pikiran,
perasaan, sikap dan perilaku individu, kelompok, masyarakat dan pengaturan
kelembagaan. Divisi komunikasi antarpribadi merupakan salah satu divisi penting
bagi kehidupan semua orang. Di satu sisi, semua jenis komunikasi berada di
sebuah kontinum antarpribadi. Kemampuan dan perspektif yang akan dibahas dalam
buku ini akan membantu kita lebih baik dalam melakukan perubahan dalam diri
kemudian dalam melakukan hubungan dengan manusia lainnya.
Komunikasi terjadi melalui sebuah
proses. Proses komunikasi itu sendiri adalah langkah-langkah di antara seorang
sumber dan penerimanya yang menghasilkan transfer dan pemahaman makna. Pesan
tersebut disampaikan dari seorang pengirim kepada seorang penerima. Ia
disandikan dengan cara diubah menjadi suatu bentuk simbolis dan dialihkan
melalui perantara (saluran) kepada penerima, yang lalu menerjemahkan ulang
(membaca sandi) pesan yang diberikan pengirim. Dari proses tersebut dapat
diketahui unsur-unsur komunikasi, yaitu:
a. Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan/informasi
b. Pesan : Informasi,fakta,opini,maupun keyakinan
c. Media : Wadah yang digunakan untuk menyampaikan pesan
d. Komunikan : Orang yang diberikan informasi atau pesan oleh komunikator
e. Feedback : tanggapan dari komunikan atas informasi atau pesan yang
diberikan
oleh komunikator
oleh komunikator
Dalam berkomunikasi orang lain
mempunyai pengaruh yang sangat besar pada sikap kita,perilaku kita dan bahkan
persepsi kita. Orang lain yang memengaruhi kita itu berada di dalam kelompok
dimana kita menjadi anggotanya,besar atau kecil, formal atau informal. Kelompok
orang ini bisa mempunyai dampak yang besar pada cara kita menerima pesan Hal
itu diungkapkan oleh Cooper dan Jahoda dalam pernyataannya yaitu bahwa
keanggotaan kelompok dapat menciptakan sikap prasangka yang sulit diubah.
Kelompok memengaruhi perilaku komunikasi orang dalam cara-cara lain.
Sifat
manusia untuk menyampaikan keinginan dan mengetahui hasrat orang lain,
merupakan awal keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui
lambang isyarat, kemudian disusul kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang
itu dalam bahasa verbal. Komunikasi telah memperpendek jarak, menghemat biaya,
menembus ruang dan waktu. Selain itu komunikasi berusaha menjembatani antara
pikiran, perasaan dan kebutuhan seseorang dengan dunia luarnya serta membuat
cakrawala seseorang menjadi luas. Syarat utama terjadinya sebuah komunikasi
adalah adanya interaksi antara para komunikator (penerima dan pemberi pesan).
Selain menggunakan bahasa, gerak, isyarat, dan tanda, komunikasi juga dapat
dilakukan dengan media lainnya. Era globalisasi saat ini, media komunikasi
memberi kontribusi signifikan terhadap perubahan dunia. Komunikasi di abad
kontemporer ini dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, tanpa hambatan
ruang dan waktu. Fenomena komunikasi inilah yang menjadi bagian dari studi ilmu
komunikasi. Objek materiil dalam ilmu komunikasi ialah perilaku manusia, yang
dapat merangkum perilaku individu, kelompok dan masyarakat. Sedangkan objek
formalnya ialah situasi komunikasi yang mengarah pada perubahan sosial termasuk
perubahan pikiran, perasaan, sikap dan perilaku individu, kelompok, masyarakat dan
pengaturan kelembagaan.
Menurut
Berger & Chaffe, ilmu komunikasi adalah ilmu yang memahami mengenai
produksi pemrosesan dan efek dari simbol serta sistem sinyal dengan
mengembangkan pengujian teori-teori menurut hukum generalisasi, untuk
menjelaskan fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya.
Ilmu komunikasi merupakan hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang.
Lahirnya ilmu komunikasi dapat diterima baik di Eropa maupun di Amerika Serikat
bahkan di seluruh dunia, adalah merupakan hasil perkembangan dari publistik dan
ilmu komunikasi massa. Hal ini dimulai dari adanya pertemuan antara tradisi
Eropa yang mengembangkan ilmu komunikasi massa. Hal ini antara lain diupayakan
oleh Stappers dari negeri Belanda melalui karya Garbner dari Amerika Serikat.
Dalam disertasinya di tahun 1966, Stappers sampai pada kesimpulannya bahwa
komunikasi massa adalah objek dari publisistikwissenschaft.
Ilmu komunikasi dalam proses pertumbuhannya
merupakan studi retorika dan jurnalistik yang banyak berkaitan dengan
pembentukan pendapat umum (opini publik). Namun seiring kemajuan dan
perkembangan zaman, ilmu komunikasi yang pada awalnya hanya dipelajari di
lembaga-lembaga pendidikan ilmu sosial politik. Saat ini tumbuh hampir di
seluruh disiplin ilmu. atau dengan kata lain komunikasi sebagai ilmu yang
multidispliner. Sebagai ilmu yang dapat diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat, komunikasi telah lama menarik perhatian para ilmuan (pakar) yang
ahli di bidangnya namun di luar bidang komunikasi. Para ilmuwan tersebut adalah
: John dewey (psikologi dan filsafat); Charles Horton Cooley (sosiologi);
Robert E. Park (filsafat dan sosiologi); George Herbert Mead (filsafat dan
psikologi); Kurt Lewin (psikologi); Nobert Weiner (matematika); Harold D.
Lasswell (ilmu politik); Carl Hovland (psikologi eksperimen); Paul F.
Lazarsfeld (Matematika dan Sosiologi); Claude E. Shannon (Elektronika); Wilbur
Schramm (Kesusastraan); Everett M. Rogers (Sosiologi Pedesaan).
Sejalan dengan perkembangan teknologi
komunikasi dan perkembangan masyarakat yang makin kompleks dan global
(postmodern), sehingga kebutuhan yang multisektoral ini mendorong lahirnya
spesialisasi baru dalam studi ilmu komunikasi, misalnya komunikasi antar
budaya, komunikasi organisasi, komunikasi pembangunan, komunikasi pemasaran,
komunikasi kesehatan, komunikasi politik, teknologi komunikasi, komunikasi
pendidikan, komunikasi internasional dan sebagainya. Kehadiran spesialisasi
baru ini dapat memberi sumbangsih terhadap pertumbuhan metodologi dan teori
dalam memperkokoh eksistensi ilmu komunikasi sebagai kajian ilmiah yang sejajar
dengan ilmu-ilmu lainnya.
Di
Eropa, khususnya di Jerman, ilmu komunikasi berkembang dari publisistikwissenschaft sedangkan di
Amerika Serikat berkembang dari ilmu komunikasi massa. Publisistik di Jerman,
sebenarnya berkembang dari ilmu pers atau ilmu persuratkabaran. Asalnya dapat
ditelusuri sampai abad ke 19 ketika surat kabar sebagaiobyek studi ilmiah mulai
menarik perhatian para pakar di masa itu. Suratkabar sebagai salahsatu hasil
dari pertumbuhan teknologi dan ndustri ternyata membawa berbagai implikasi
sosial yang sangat menarik bagi kajian ilmu kemasyarakatan dan kemanusiaan.
Adalah mengesankan karena kesadaran dan perhatian seperti ini baru lahir dan
berkembang setelah dua ratus tujuh puluh tiga tahun kemudian dari terbitnya
Relation (1609) sebagai surat kabar tercetak pertama di dunia ini.
Pada
awalnya ahli ekonomi Karl Bucher (1847-1930) yang tertarik menulis dan
mengajarkan sejarah pers, organisasi pers dan statistik pers pada tahun 1884. Bahkan
pada tahun itu studi pers muncul dengan nama zaitungskunde di Universitas Bazel (Swiss), dan delapan tahun
kemudian muncul juga di Universitas Leipzig di Jerman. Kehadiran pengetahuan
persuratkabaran ini di Universitas tersebut, semakin banyak menarik perhatian
para ilmuwan. Pakar sosiologi misalnya Max Weber telah mengusulkan dalam
kongres Sosiologi (1910) agar sosiologi pers dimasukkan sebagai proyek
pengkajian sosiologi disamping sosiologi organisasi. Weber pun telah meletakkan
dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pers sebagai studi akademik. Sepuluh tahun
kemudian pakar sosiologi yang lain, Ferdinand Tonnis (1885-1936) mengkaji sifat
pendapat umum dalam masyarakat massa. Dalam Hubungan antara pers dengan pendapat
umum itulah kemudian yang menaikkan gengsi suratkabar menjadi ilmu dengan
lahirnya zaitungswissenschaft (Ilmu
Suratkabar) dalam tahun 1925. Dengan demikian persuratkabaran tidak lagi
dipandang sebagai keterampilan belaka, melainkan telah tumbuh sebagai suatu
disiplin ilmu, sebagaimana disiplin yang lain.
Ilmu Komunikasi
Massa
Ilmu Komunikasi Massa (Mass
Communication Science) berkembang di Amerika Serikat melalui Jurnalistik.
Jurnalistik sebagai suatu keterampilan mengenai suratkabar sudah mulai dikenal
di Amerika Serikat sejak tahun 1700. Namun sebagai pengetahuan yang diajarkan di
universitas,barulah mulai dirintis oleh Robert Leo di Washington College,pada
tahun 1870. Hal ini berarti, bahwa Amerika Serikat terlambat 26 tahun dari
Eropa. Sebelum Jurnalistik dipelajari di Universitas, maka selama 170 tahun
(1700-1870), kegiatan ini dilakukan secara magang, sebagaimana misalnya yang
dilakukan oleh Benjamin Franklin, yang sebelum meningkatkan keahliannya di
House of Coslon di London, telah melakukan magang pada percetakan saudaranya di
Boston. Hal seperti ini banyak dilakukan oleh jurnalis Amerika pada masa itu.
Sesungguhnya ilmu komunikasi massa
ini hampir sama dengan publstik di Eropa. Perbedaannya hanya karena studi
mengenai retorika, yang dicakup dalam publisistik, berkembang sendiri di
Amerika sebagai suatu disiplin tersendiri dengan nama Speech Communication di beberapa universitas. Dengan demikian ke
dua bidang itu masing-masing dikembangkan pada departemen tersendiri, yaitu Departemen Speech Communication dan Departemen Mass Communication. Dalam
perkembangan selanjutnya,kedua bidang kajian itu akhirnya menyatu menjadi Ilmu
Komunikasi (Communication Science).
Perkembangan ke arah lahirnya ilmu
komunikasi itu dimulai tahun 1950-an para pakar Ilmu Sosial, seperti Sosiologi
dan ilmu politik, dan ilmu komunikasi massa mengembangkan studi mengenai
pembangunan terutama di negara-negara yang baru merdeka setelah perang dunia
kedua. Tokoh utama yang telah membawa ilmu komunikasi massa menjadi ilmu
komunikasi adalah Wilbur Schramm, sarjana Bahasa Inggris yang tertarik kepada
kajian komunikasi, karena memimpin sebuah University Press Schramm yang
kemudian memimpin Departemen komunikasi massa di Universitas Iowa, dan memimpin
penelitian komunikasi di Stanford dan East West Center.
Berdasarkan latar belakang sejarah
mengenai ilmu komunikasi,jelas bahwa untuk sampai kepada nama ilmu komunikasi
sebagaimana dipakai di seluruh dunia dewasa ini,ternyata diperlukan waktu
beberapa daswarsa. Perubahan nama pada ilmu komunikasi ini terjadi karena
perubahan atau lebih tepatnya perluasan obyek dan bidang studi ilmu ini. Obyek
studi ilmu komunikasi dengan sendirinya bukan hanya surat kabar,bukan pula
hanya media massa,atau pernyataan umum (publistik) melainkan komunikasi atau
pernyataan antar manusia. Dengan demikian ilmu komunikasi mencakup semua
pernyataan antar manusia baik melalui media massa dan retorika maupun yang
dilakukan secara langsung. Berdasarkan obyek studi tersebut, maka pada awal
perkembangannya dapat dirumuskan bahwa ilmu komunikasi adalah ilmu kemasyarakatan
yang mempelajari secara sistematis segala segi pernyataan antar manusia.
Sebelum
berdiri sendiri sebagai suatu disiplin dalam kelompok ilmu sosial, cikal ilmu
ini dipelajari sebagai bagian dari sosiologi di Jerman dan tercakup dalam
departemen bahasa Inggris di Amerika. Banyak disiplin telah terlibat dalam
studi komunikasi baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini
mernurut Fischer bermakna bahwa komunikasi memang mencakup semuanya,dan
bersifat sangat ekletif (menggabungkan berbagai bidang). Sifat ekletif dari
Ilmu Komunikasi, dilukiskan oleh Schramm sebagai “jalan simpang paling ramai
dengan segala disiplin yang melintasinya”. Komunikasi telah mendapat banyak
sumbangan konsep-konsep dari berbagai disiplin, yang pada umunya tanpa diiringi
pemeliharaan secara cermat ketepatan makna asli dari konsep-konsep tersebut.
Konsep-konsep dari disiplin lain itu diterapkan secara langsung pada studi
komunikasi, yang kemudian oleh para pakar dimodifikasi secara berlebihan,
hingga meninggalkan dasar filosofis aslinya. Sumbangan ilmu fisika, sosiologi,
psikologi, dan bahasa misalnya, sudah meninggalkan filsafat atau teori aslinya
dan kemudian bersenyawa menjadi suatu teori baru yang bernama ilmu komunikasi.
Keaslian teori atau konsep yang dipinjam memang tidak dipertahankan lagi,
karaena teori itu telah diolah atau diramu sedemikian rupa dengan memberikan
landasan filsafat baru (komunikasi).
Ekletisme
komunikasi sebagai suatu bidang studi nampak pada konsep-konsep komunikasi yang
berkembang selama ini, yang berhasil dirangkum oleh Fisher (1984) ke dalam 4
kelompok yang disebutnya perspektif. Keempat perspektif itu ialah:
1.
Perspektif
mekanistis
2.
Perspektif
psikologis
3.
Perspektif
interaksional
4.
Perspektif
pragmatis
Lahirnya
perspektif komunikasi sebagai sumbangan berbagai disiplin,tidaklah menghabiskan
hubungan ilmu komunikasi dengan ilmu-ilmu lainnya. Ilmu komunikasi yang telah
tumbuh sebagai disiplin sendiri tentu masih berhak ‘kawin’ dengan ilmu-ilmu
lainnya, yang kemudian melahirkan berbagai sub disiplin seperti komunikasi
politik, sosiologi komunikasi, psikologi komunikasi, komunikasi organisasi,
komunikasi lintas budaya, budaya komunikasi, komunikasi pertanian, dan lainnya.
Salahsatu dari “perkawinan” ilmu
komunikasi yaitu komunikasi politik. Komunikasi Politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesanpolitik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan
kebijakan pemerintah. Komunikasi politik adalah fungsi penting dalam sistem
politik. Pada setiap proses politik, komunikasi politik menempati posisi yang
strategis. Bahkan komunikasi politik dinyatakan sebagai “urat nadi” proses
politik. Aneka struktur politik seperti parlemen, kepresidenan, partai politik,
LSM, kelompok kepentingan, dan warga negara biasa memperoleh informasi politik
melalui komunikasi politik ini. Komunikasi politik banyak menggunakan konsep
dari ilmu komunikasi, karena ilmu komunikasi berkembang terlebih dahulu
daripada komunikasi politik. Konsep-konsep seperti komunikator,pesan, media,
komunikan, dan umpan balik juga digunakan dalam komunikasi politik. Selain itu
ada juga sosiologi komunikasi. Menurut Soerjono Soekanto, sosiologi komunikasi
adalah kekhususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial, yaitu suatu
hubungan atau komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh-memengaruhi
antara para individu, individu dengan kelompok maupun antarkelompok. Menurut
Soerjono Soekanto, sosiologi komunikasi juga ada kaitannya dengan public speaking, yaitu bagaimana
seseorang berbicara kepada publik. Oleh karena itu Komunikasi atau ilmu
komunikasi memilki peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu.
Meskipun
studi komunikasi baru dapat diterima sebagai suatu disiplin ilmu pada
pertengahan abad ke-20 ini, namun sejak kehadiran dan perjumpaan Adam dan Hawa
di dunia, komunikasi manusia itu sesungguhnya telah hadir. Kehadirannya malah
tidak bisa dielakkan, karena perjumpaan itu sendiri memerlukan komunikasi agar
bisa berlanjut menjadi persahabatan,pertemanan, persekutuan, atau perkawinan.
Justri itu sebagian orang menyebut komunikasi sebagai “perekat” hidup bersama.
Hal tersebut dapat dipahami karena dari istilah komunikasi itu sendiri
terkandung makna bersama-saama (Common,
commoness). Selain sebagai perekat hidup bersama, komunikasi juga sering
dipandang seolah-olah memiliki kekuatan”gaib”. Banyak masalah yang timbul dalam
kehidupan sosial, selalu dikaitkan dengan komunikasi. Namun menurut Fisher
tidak ada persoalan sosial dari waktu ke waktu yang tidak melibatkan
komunikasi. Justru itu dari waktu ke waktu manusia dihadapkan dengan masalah
sosial yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang “lebih banyak” ataupun
yang “lebih baik”. Setidak-tidaknya semua kesalahpahaman yang kemudian
menimbulkan konflik antara manusia yang dinyatakan sebagai “Kesalahan
komunikasi”
Komunikasi
memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua
aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan
komunikasi sebagai ubiquitous atau
serba hadir. Artinya komunikasi berada dimanapun dan kapan pun juga. Memang
komunikasi merupakan sesuatu yang memang serba ada. Setiap orang berkomunikasi.
Fenomena komunikasi terdapat dimana saja. Sifat komunikasi yang serba hadir
itu, selain memberikan keuntungan juga sekaligus telah menimbulkan banyak kesulitan
karena fenomena komunikasi itu menjadi luas, ganda dan multi makna. Hal ini
terutama dijumpai dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam cara merumuskan
definisi komunikasi.
Komunikasi
mempunyai berbagai jenis. Semua jenis komunikasi berada di sebuah kontinum
antarpribadi. Seperti DeVito (1997) ungkapkan bahwa melalui komunikasi
antarpribadi, anda berinteraksi dengan orang lain, mengenal mereka dan diri
anda sendiri, dan mengungkapkan diri sendiri kepada orang lain. Apakah dengan
kenalan baru, kawan lama, kekasih, atau anggota keluarga, melalui komunikasi
antarpribadi kita membina, memelihara, kadang-kadang merusak (dan adakalanya
memperbaiki) hubungan pribadi kita.
Dalam
suatu hubungan antarpribadi, komunikasi menjadi suatu sumber yang penting untuk
mengidentifikasi pribadi dan dalam mengekspresikan siapa diri kita, dan itu
adalah cara utama kita membangun, memperbaiki, mempertahankan, dan mengubah
hubungan baik dengan orang lain. Kesehatan dan daya tahan dalam hubungan
antarpribadi tergantung kepada kemampuan kita untuk berkomunikasi secara
efektif. Hubungan akan menjadi bermakna apabila kita tahu bagaimana mengekspresikan
perasaan, kebutuhan, dan ide-ide kita dengan cara yang orang lain dapat
mengerti. Begitupun komunikasi antarpribadi dengan secara verbal dan non verbal
dapat memberitahukan apakah kita orang yang termasuk dominan atau menghargai,
ramah atau menutup diri, peduli atau tidak peduli, berekspresi secara emosi
atau bersikap hati-hati, mementingkan diri sendiri atau tertarik pada orang
lain, tegas atau pasif, menerima atau menghakimi, dan lain sebagainya.
Dalam
komunikasi ada yang dinamakan komunikasi verbal dan juga komunikasi non verbal.
Komunikasi verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang
disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis atau lisan.
Komunikasi verbal menempati porsi besar. Karena kenyataannya, ide-ide,
pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang non
verbal. Dengan harapan, komunikan (baik pendengar maun pembaca ) bisa lebih
mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan. Contoh komunikasi verbal melalui
lisan dapat dilakukan dengan menggunakan media, contoh seseorang yang
bercakap-cakap melalui telepon. Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan
dilakukan dengan secara tidak langsung antara komunikator dengan komunikan.
Proses penyampaian informasi dilakukan dengan menggunakan berupa media surat,
lukisan, gambar, grafik dan lain-lain.
Sedangkan
Komunikasi non verbal (non verbal communicarion) menempati porsi penting. Banyak
komunikasi verbal tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak menggunakan
komunikasi non verbal dengan baik dalam waktu bersamaan. Melalui komunikasi non
verbal, orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai suatu kesimpulan tentang
berbagai macam persaan orang, baik rasa senang, benci, cinta, kangen dan
berbagai macam perasaan lainnya. Kaitannya dengan dunia bisnis, komunikasi non
verbal bisa membantu komunikator untuk lebih memperkuat pesan yang disampaikan
sekaligus memahami reaksi komunikan saat menerima pesan. Bentuk komunikasi non
verbal sendiri di antaranya adalah, bahasa isyarat, ekspresi wajah, sandi,
symbol-simbol, pakaian sergam, warna dan intonasi suara.
Dapat
diketahui bahwa komunikasi bukan hanya multi makna dan multi definisi, tetapi
cara membaginya pun ternyata bermacam-macam. Untuk memahami klasifikasi dari
komunikasi,maka kita dapat melacak pada awal pertumbuhannya sebagai ilmu. Sejak
mulai dipelajari di tingkat universitas, komunikasi sudah terbagi dua terutama
di Amerika Serikat. Pertama komunikasi media massa, dan kedua komunikasi
langsung (tatap muka). Komunikasi media massa dipelajari dibawah nama ilmu
komunikasi massa,ssedangkan komunikasi langsung (komunikasi tatap muka)
dipelajari dibawah nama komunikasi bicara (speech
communication) pada departemen yang berbeda. Dengan demikian pembagian
secara klasik dari komunikasi manusia khususnya di Amerika Serikat, dilihat
dari segi media massa, yaitu komunikasi media dan komunikasi non media
(langsung).
Jika
komunikasi dititikberatkan pada sifat pesan,maka komunikasi dapat dibagi pula
ke dalam dua jenis yaitu komunikasi massa (isinya bersifat umum) dan komunikasi
persona (isinya bersifat pribadi). Komunikasi massa dapat menggunakan media
massa,sedangkan komunikasi persona boleh dilakukan dengan menggunakan alat
seperti surat, telepon, dan telegram. Selain dari pembagian tersebut, terdapat
juga cara membagi komunikasi berdasarkan pengirim dan penerima atau peserta
komunikasi. Dengan demikian komunikasi yang berlangsung antara dua orang
dinamakan komunikasi persona, yang berlangsung dalam kelompok disebut
komunikasi kelomopok (ada kelompok kecil dan ada kelompok besar), dan yang
berlangsung dengan massa dinamakan komunikasi massa. Komunikasi massa adalah
proses di mana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak
banyak (publik). Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan
pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat,
lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang
beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang
kuat di masyarakat. Dalam komunikasi masa, media masa menjadi otoritas tunggal
yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak. Selain
dari tiga jenis komunikasi itu (persona, kelompok, dan massa), para sosiolog
menambahkan satu lagi jenis komunikasi,yaitu komunikasi organisasi. Komunikasi
organisasi adalah komunikasi yang berlangsung di dalam organisasi (formal).
Pembagian
yang lain, didasarkan kepada tujuan dan jenis pesan. Dalam hal ini komunikasi
dapat dibedakan dalam banyak jenis antara lain:
·
Komunikasi
Politik ( Kampanye,agitasi,propaganda)
·
Komunikasi
Perdagangan (Reklame, Advertensi,promosi)
·
Komunikasi
Kesehatan (Penyuluhan keluarga berencana)
·
Komunikasi
Agama (dakwah,tablig,khotbah)
·
Komunikasi
Kesenian (Drama,puisi,prosa,wayang)
·
Komunikasi
Pertanian (Penyuluhan panca usaha tani)
Selain
itu terdapat juga satu jenis komunikasi yang dinamakan komunikasi pembaharuan
dan komunikasi pembangunan, yaitu komunikas yang dilakukan secara sadar,
sistematis, dan berencana untuk mengubah pola berpikir dan tingkah laku
masyarakat. Hal ini terutama yang menyangkut ide baru dan teknologi baru. Kini
jelas bahwa komunikasi bukan hanya multi makna dan mempunyai beberapa definisi
tetapi juga ternyata memiliki berbagai jenis. Dengan kata lain bukan hanya cara
memahaminya dan mendefinisikannya berbagai ragam, tetapi juga cara membaginya
pun juga bermacam-macam.
Paradigma
Komunikasi
Citra
komunikasi yang multi makna dan multi definisi sudah tentu memberikan wawasan
(cara pandang) yang beragam dalam mengkonseptualisasi komunikasi sebagai suatu
kajian ilmiah. Apalagi komunikasi sebagai suatu disiplin bersifat ekletif.
Dalam perkembangannya sebagai suatu bidang kajian yang ekletif, pengaruh
disiplin lain terhadap ilmu komunikasi, terutama ilmu fisika, psikologi, dan
sosiologi memang sangat besar dan sangat terasa. Hal ini sekaligus telah
melahirkan berbagai pendekatan dan wawasan yang saling berbeda baik dalam
merumuskan definisi komunikasi maupun dalam penelitian atau pengkajian empiris.
Perbedaan-perbedaan itu pada akhirnya menumbuhkan dua hal yang yang sangat
penting sebagai realitas yaitu lahirnya fraksi-fraksi di kalangan ilmuwan komunikasi
dan lahirnya berbagai paradigma atau perspektif dalam kajian komunikasi
manusia.
Para
pakar komunikasi merupakan kelompok yang mempunyai ikatan yang sangat
“longgar”, dan malah didalamnya terdapat fraksi-fraksi dengan paradigma
masing-masing. Itulah sebabnya Feyerabend (1975) menyebut komunikasi sebagai
ilmu yang ditandai dengan paradigma yang multi muka. Multi paradigma seperti
ini bukanlah hal yang khas dalam komunikasi karena hampir seluruh disiplin dari
ilmu sosial berparadigma ganda. Robert Fredrichs (1970) merumuskan paradigma
secara jelas sebagai suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang
apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Dalam masa
tertentu ilmu sosial didominasi oleh suatu paradigma. Kemudian terjadi
pergantian dominasi paradigma, dari paradigma yang lama yang memudar kepada
paradigma baru. Sosiologi misalnya dalam perkembangannya memiliki tiga
paradihma yang berbeda yaitu paradigma fakta sosial,paradigma definisi sosial,
dan paradigma perilaku sosial.
Menurut
Kuhn ilmu tidak berkembang secara kumulatif melainkan secara revolusi,maka ilmu
komunikasi pun demikian. Ilmu komunikasi sejak awal hingga tahun 1970-an sangat
didominasi oleh paradigma tertentu yang kemudian secara pasti digeser oleh
paradigma yang lain. Menurut Thomas Kuhn (1970), paradigma cenderung menjadi
semakin melekat seiring berjalannya waktu, hingga paradigma tersebut digantikan
oleh cara pandang yang baru terhadap dunia yang dilihat masuk akal oleh
peneliti. Kuhn menyebut perubahan paradigma ini sebagai revolusi ilmiah. Dalam
tradisi ilmu komunikasi sendiri, belum ada suatu revolusi ilmiah yang hadir
menjawab permasalahan zaman yang selalu terbarui oleh pembangunan dan
perkembangan teknologi. Realitas-realitas komunikasi masih dilihat menggunakan
kacamata atau paradigma yang sudah lapuk.
Menurut
Dedy N. Hidayat paradigma dalam ilmu komunikasi mengikuti paradigma yang banyak
dilakukan dalam ilmu sosial, paradigma-paradigma tersebut diantaranya:
1. Paradigma
Klasik
Paradigma
ini menempatkan ilmu-ilmu sosial seprti halnya ilmu-ilmu alam fisika.
Menempatkan ilmu sosial sebagai metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan
deductive logic dengan pengamatan empiris. Bertujuan menemukan hubungan sebab
akibat yang dapat digunakan memprediksi pola-pola umum dari gejala sosial
tertentu.
2. Paradigma
Konstruktivisme
Paradigma
ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially
meaningful action. Ilmu diperoleh melalui pengamatan langsung dan rinci
terhadap prilaku sosial dalam suasana keseharian yang alamiah, agar mampu
memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang bersangkutan
menciptakan atau mengelola dunia sosial mereka.
3. Paradigma
Kritis
Paradigma
ini mendefinisikan ilmu sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha
mengungkap “the real structures” dibalik ilusi atau kesadaran palsu yang
ditampakkan dipermukaan. Bertujuan membantu membentuk suatu kesadaran sosial
agar seseorang atau masyarakat dapat memperbaiki dan merubah kondisi
kehidupannya.
Ada
juga pengelompokan paradigma ilmu komunikasi yang dilakukan oleh pakar lain,
antara lain Guba dan Lincoln (1994) yang membagi ilmu-ilmu sosial menjadi empat
paradigma, yaitu: Positivism, Postpositivism, Constrictivism, Critical. Paradigma,
sebagai sebuah landasan dalam membangun teori, tidak dapat terlepas pada tiga
pertanyaan filosofis, yakni: Ontologi, pertanyaan mengenai sifat dari realitas;
Epistemologi, pertanyaan mengenai bagaimana kita mengetahui sesuatu, dan
Aksiologi, pertanyaan tentang apa yang layak untuk diketahui.
Ontologi Ilmu
Komunikasi
Ontologi
adalah studi mengenai sesuatu yang ada atau tidak ada, atau dengan kata lain
ontologi membicarakan/mempelajari realitas. Ketika menyinggung keberadaan
sesuatu, makan kita juga akan membicarakan tentang ciri-ciri esensial dari yang
ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan:
2005). Ontologi sendiri berarti memahami hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri
yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi. Ilmu komunikasi dipahami melalui
objek materi dan objek formal. Secara ontologis, Ilmu komunikasi sebagai objek
materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling
abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai
makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu
sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi
itu sendiri. Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu
Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi,
Komunikasi Manusia, dll.
Epistemologi
Ilmu Komunikasi
Epistemologi
adalah tuntunan-tuntunan (berupa pertanyaan) yang mengantar kita untuk
mendapatkan suatu pengetahuan. Dalam contoh yang umum, epistemologi meliputi
metode penelitian apa yang digunakan dalam usaha mengetahui suatu realitas
(suatu yang telah ditentukan ada). Epistemologi sangat erat kaitannya dengan
ontologi sebagai suatu hubungan antara “ADA” dan bagai mana mengetahui/menjelaskan
yang “ada” itu. Dalam usaha memperoleh pengetahuan, kita mengenal dua proses
besar yang menyatu dalam tradisi penelitian ilmiah, yakni objektivis dan
subjektivis. Epistemologi objektivis mempercayai bahwa sangat mungkin untuk
menjelaskan dunia, peneliti melakukan usaha mengakumulasi potongan kecil
informasi-informasi mengenai kebenaran, hal ini yang sering kita istilahkan
dengan fakta. Pada panjangan objektivis, kebenaran dianggap sesuatu yang
objektif. Sementara epistemologi kaum subjektivis menolak pandangan bahwa
kebenaran ada di luar orang yang mencari kebenaran. Para subjektivis percaya
bahwa kebenaran dunia sosial bersifat relatif dan “hanya dapat dipahami melalui
sudut pandang individu-individu yang secara langsung terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang akan diteliti” (Burrell & Morgan, 1979)
Aksiologi Ilmu
Komunikasi
Posisi
tradisional pada aksiologi adalah bahwa ilmu pengetahuan harus bebas dari
nilai. Dalam aksiologi ilmu pengetahuan, pertanyaan yang masih diperdebatkan
adalah bukan mengenai apakah, nilai harus mempengaruhi teori dan penelitian,
menailnkan bagaimana nilai harus mempengaruhi keduanya.
Referensi:
·
Arifin
Anwar. 1998. Ilmu Komunikasi: sebuah
pengantar ringkas. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta
·
Cangara,
Hafied. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi
“Edisi Revisi”. RajaGrafindo: Jakarta
·
Muslim,
Mufti. 2012. Teori-teori Politik.
Pustaka Setia: Bandung
·
Nia
Kania Kurniawati. 2014. Komunikasi
Antarpribadi. Graha Ilmu: Yogyakarta
·
Severin,
Werner J & James W. Tankard,Jr. 2008. Teori
Komunikasi. Kencana: Jakarta
·
West, Richard & Lynn H. Turner. 2009. Pengantar Teori Komunikasi
·
Zamroni,
Mohammad. 2009. Filsafat Komunikasi.
Graha Ilmu: Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar